CANDI
RATU BAKO
CANDI RATU BOKO adalah suatu bangunan yang menurut
anggapan para ahli sejarah memiliki multi fungsi yang terdiri dari beberapa
komponen, yakni benteng keraton (istana) dan gua. Lokasi Keraton Ratu Boko
dapat dicapai dari Yogyakarta melalui jalan raya Yogyakarta-Solo, kurang lebih
pada Km 17 atau pertigaan Prambanan berbelok ke kanan sejauh + 3 Km.
Bangunan utama
Situs Ratu Boko adalah peninggalan purbakala yang ditemukan kali pertama oleh
arkeolog Belanda, HJ De Graaf pada abad ke-17. Wujudnya berupa bangunan seperti
gapura utama, candi, kolam seluas 20 meter x 50 meter dengan kedalaman dua
meter, gua, pagar dan alun-alun, candi pembakaran, serta paseban. Petilasan
bangunan pendopo, balai-balai, tiga candi kecil, kolam, dan keputren terdapat
di sebelah tenggara. Sedangkan gua Wadon, gua Lanang, dan beberapa gua lainnya,
serta kolam dan arca Budha berada di sebelah timur.
Tahun 1790 Van
Boeckholtz menemukan reruntuhan kepurbakalaan di atas bukit Situs Ratu Boko.
Penemuan itu langsung dipublikasikan. Rupanya, itu menarik minat ilmuwan
Makenzic, Junghun, dan Brumun. Tahun 1814 mereka mengadakan kunjungan dan
pencatatan. Seratus tahun kemudian, FDK Bosch mengadakan penelitian, dan
penelitiannya diberi judul Kraton van Ratoe Boko .
Dari Situs itu
sendiri ditemukan bukti tertua yang berangka tahun 792 Masehi berupa Prasasti
Abhayagiriwihara. Prasasti itu menyebutkan seorang tokoh bernama Tejahpurnpane
Panamkorono. Diperkirakan, dia adalah Rakai Panangkaran yang disebut-sebut
dalam Prasasti Kalasan tahun 779 Masehi, Prasati Mantyasih 907 Masehi, dan
Prasasti Wanua Tengah III tahun 908 Masehi. Rakai Panangkaran lah yang membangun
candi Borobudur, Candi Sewu, dan Candi Kalasan. Meski demikian Situs Ratu Boko
masih diselimuti misteri. Belum diketahui kapan dibangun, oleh siapa, untuk
apa, dan sebagainya. Orang hanya memperkirakan itu sebuah bangunan keraton.